Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

MELACAK SEJARAH PAKUAN PAJAJARAN DAN PRABU SILIWANGI

Saleh Danasasmita Dalam buku ini pembaca setidaknya memperoleh gambaran dan penjelasan tentang kerajaan (Pakuan) Pajajaran yang terdapat di Tatar Sunda dan menyinggung pula kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh dan sebagainya, beserta raja-rajanya yang penting. Wa bil-khusus , penulis buku ini menjelaskan, secara cu­kup argumentatif-ilmiah, siapa Prabu Siliwangi, periodisasi kerajaan Pajajaran, serta tokoh-tokoh yang terkait dengannya. Penulisnya, Saleh Danasasmita adalah sastrawan dan sejarawan terkemuka sekaligus salah satu—dari sangat sedikit—filolog yang mampu membaca naskah-naskah (Sunda) kuno. Penulis pengantarnya adalah Prof. Dr. Edi S. Ekadjati, sejarawan Sunda yang mencurahkan sepanjang kehidupan intelektualnya untuk mengkaji sejarah, khususnya sejarah Sunda. Cetakan I, 2014; 14,5 x 21 cm; 170 hlm.; Rp 43.000,-

DARI PENTAS SEJARAH SUNDA

SANGKURIANG HINGGA JUANDA Edi S. Ekadjati Buku Dari Pentas Sejarah Sunda: Sangkuriang hingga Juanda ini memaparkan kiprah sejumlah tokoh Sunda (termasuk yang terdapat di alam mitologis seperti Sangkuriang) dan lembaga yang didirikan oleh orang Sunda, serta perannya dalam kehidupan masyarakat Sunda khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Secara piawai dan dalam gaya bahasa populer, Prof. Dr. Edi S. Ekadjati mengkaji peran tokoh-tokoh Sunda dan lembaganya dari sudut pandang disiplin ilmu sejarah. Latar belakang waktunya mencakup zaman prasejarah, kolonialisme, dan pasca-kolonialisme. Buku ini akan memberikan inspirasi bagi pembaca untuk dapat mengambil pelajaran dan teladan dari kiprah para tokoh dan lembaga yang pernah berada di panggung sejarah Sunda. Cetakan I, 2014; 14,5 x 21 cm; 140 hlm.; Rp 35.000,-

MENEMUKAN KERAJAAN SUNDA

Di kalangan pembaca sejarah Indonesia, tidak banyak yang tahu tentang kerajaan Sunda. Banyak yang bertanya, apa beda kerajaan Sunda dengan kerajaan Pajajaran, dan apa bedanya dengan kerajaan Galuh; di mana pusatnya atau ibu kotanya; siapa saja yang pernah menjadi raja di kerajaan itu. Di dalam memperoleh Penemuan Kerajaan Sunda, pembaca dapat menjawab sebagian besar, kalau tidak seluruhnya, pertanyaan itu. Sumber yang digunakan untuk penulisan karya ini antara lain adalah naskah-naskah seperti Sanghyang Siksa Kanda ng Karesyan, Carita Parahyangan, sumber-sumber tertulis dari beberapa penjelajah Eropa, dan prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa Barat. Penulisnya, Saleh Danasasmita (alm.), adalah penulis dan peneliti sejarah (Sunda), redaktur, dan sasterawan. Sudah banyak karya tulis Saleh mengenai sejarah Sunda yang terbit menjadi buku. Cetakan II, 2021; 14,5 x 21 cm; 104 hal.; Softcover Beli di  Tokopedia ,  Shopee ,  Lazada , dan  Bukalapak

MENELUSURI SITUS PRASASTI BATUTULIS

Saleh Danasasmita Sudah banyak orang yang mengetahui tentang Situs Batutulis yang terletak di tepi Jalan Batutulis berhadapan dengan Istana “Hing Puri Bima Sakti” peninggalan almarhum Bung Karno. Lokasinya terletak di daerah Kelurahan Batutulis , kota Bogor. Situs tersebut merupakan peninggalan kerajaan Sunda Pajajaran, dan di dalam prasasti yang terdapat di situs tersebut disinggung tentang seorang raja Pajajaran bernama Sri Baduga Maharaja, yang tersohor dengan sebutan Prabu Siliwangi. Di dalam Menelusuri Situs Prasasti Batutulis ini pembaca akan memperoleh informasi dan deskripsi yang cukup lengkap mengenai situs yang pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda. Isi prasasti tersebut kemudian dianalisis secara mendalam oleh sejarawan terkemuka Saleh Danasasmita.   Cetakan I, 2014; 14,5 x 21 cm; 80 hlm.; Rp 20.000,-

MENCARI GERBANG PAKUAN

Saleh Danasasmita Waktu antara “Pajajaran sirna” sampai ”ditemukan kembali” oléh ékspédisi Scipio berlangsung kira-kira satu abad. Kota yang pernah berpenghuni 48.271 jiwa ini ditemukan sebagai ”puing” yang diselimuti oléh hutan tua. Untuk zama nnya merupakan kota terbesar kedua sesudah Demak yang waktu itu berpenduduk 49.197 jiwa, dan masih dua kali lipat dari penduduk Pasai (23.121 jiwa), kota terbesar ketiga. Masa silam yang jauh sering memantulkan gema yang kabur yang proyéksinya tercermin dalam lakon pantun dan babad. Tetapi penduduk Kedung Halang dan Parung Angsana yang terpisah satu abad dengan kehidupan Pakuan, menjadi peziarah pertama di puing kabuyutan Pajajaran ketika mengantarkan Scipio tanggal 1 Séptémber 1687. Jadi, sejak ditemukan oleh rombongan Scipio, orang merasa “bertemu kembali” dengan Pajajaran yang telah hilang. Ternyata Pakuan bukan hanya lahan melainkan juga kenangan. Lahannya “dihidupkan lagi” tetapi kerajaannya takkan kembali. Buku ini merup