Langsung ke konten utama

MENJELAJAH TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Cagar alam di Indonesia yang pertama dijadikan Taman Nasional adalah Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di Pulau Jawa paling barat (kulon). Namun apalh artinya Taman Nasional apabila tidak ada partisipasi dari seluruh rakyat. Pemahaman dan kecintaan anak muda akan alam akan samar apabila mereka sendiri belum pernah merasakan kenikmatannya.

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan satu-satunya tempat yang masih dihuni oleh satu badak bercula serta banyak binatang langka lainnya. Itulah alasannya penulis berempati anak muda, Nesi, Deti, Giri, dan Andri (yang oleh teman-temannya lebih akrab dipanggil Pak Kopral Adun), mengadakan perjalanan menembus belantara Ujung Kulon.
Mereka akan masuk ke hutan, menelusuri sungai dan pantai untuk mengenal alam dari dekat dan merasakan betapa nikmatnya hidup berdampingan dengan alam.
Bagi para pembaca muda, penjelajahan mereka akan menjadi “jendela” dan kemudahan-kemudahan menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya mencintai alam beserta isinya.

Kiblat Buku Utama, 2018; 14,5 x 21 cm; 98 hal; Softcover
Beli di TokopediaShopeeLazada, dan Bukalapak

Postingan populer dari blog ini

ALBUM BUAHHATIKU

Sajak-sajak Ready Susanto jernih, memikat, bersahaja, dan bernas. Dia tidak memberikan Hamparan kata-kata yang sulit dipahami. Membaca sajak-sajaknya seolah membaca petuah-petuah bijak yang dapat dicerna secara langsung diterima oleh logika-rasio. Kesan apa adanya, kebersahajaan komunikasi yang ditampilkannya membuat sajak-sajaknya berinteraksi baik dengan pembacanya. Sehingga tidak terjadi kebingungan untuk menarik kesimpulan dan makna bagi pembaca. - Eko Putra, Dalam Berita Pagi, Minggu, 3 Mei 2009 Bejana, 2007; 14,5 x 21 cm; 68 hal; Softcover Beli di  Tokopedia ,  Shopee ,  Lazada , dan  Bukalapak

MENJADI SAWAH

Rosid dalam kronik, kritik, dan konsepsi seni Dilengkapi dengan foto-foto lukisan Kiblat Buku Utama, 2007; 14,5 x 21 cm; 64 hal; Softcover Beli di  Tokopedia ,  Shopee ,  Lazada , dan  Bukalapak

DOA ANGKATAN KAMI

Hingga batas tertentu, sajak-sajak Yayat dalam ketiga kumpulannya ini barangkali dapat dilihat sebagai sejenis komentar politik tersendiridalam arti, menyiratkan ikhtiar untuk mewadahi tanggapan subjektif pemirsa atas gejala sosial politik di sekelilingnya dari waktu ke waktu. Sebagai penyair, Yayat rupanya percaya pada kekuatan sajak. Bahkan ia menemukan perwujudan wahyu sajak. Mataair, 2005; 14,5x21; 104 hal.; Softcover Beli di  Tokopedia ,  Shopee ,  Lazada , dan  Bukalapak