Ajip Rosidi
Dengan sistim pendidikan seperti sekarang, nilai-nilai yang seharusnya menjadi perlengkapan manusia Indonésia buat menghadapi terjangan globalisasi dengan kearifan lokal, tidaklah kita punyai. Pendidikan melalui sekolah-sekolah kita lebih banyak memperkenalkan anak didik kita dengan kebudayaan Barat daripada membuat meréka agar mengenal kebudayaan warisan nénék moyangnya. Dengan demikian bangsa kita tidak mempunyai nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam warisan kebudayaan leluhurnya—yang tidak sempat diperkenalkan kepada meréka melalui pendidikan formal maupun nonformal. Perkenalan dengan kebudayaan warisan nénék moyang kita hanya terjadi secara kebetulan atas usaha pribadi atau kelompok kecil tertentu saja. Tidak ada usaha berencana secara terus-menerus agar anak-anak didik kita sejak kecil mengenal sumber budayanya. Dengan demikian meréka tidak sempat “membaca kembali, menafsirkan dan mengkréasikan makna serta memanfaatkan kearifan lokal dalam pembangunan karakter bangsa.” Karena itu janganlah héran kalau pembangunan kita selama ini menyebabkan kita sebagai bangsa menjadi kian tak berkarakter.
Cetakan I, 2011; 14,5 x 21 cm; 144 hlm.; Rp 34.000,-
Dengan sistim pendidikan seperti sekarang, nilai-nilai yang seharusnya menjadi perlengkapan manusia Indonésia buat menghadapi terjangan globalisasi dengan kearifan lokal, tidaklah kita punyai. Pendidikan melalui sekolah-sekolah kita lebih banyak memperkenalkan anak didik kita dengan kebudayaan Barat daripada membuat meréka agar mengenal kebudayaan warisan nénék moyangnya. Dengan demikian bangsa kita tidak mempunyai nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam warisan kebudayaan leluhurnya—yang tidak sempat diperkenalkan kepada meréka melalui pendidikan formal maupun nonformal. Perkenalan dengan kebudayaan warisan nénék moyang kita hanya terjadi secara kebetulan atas usaha pribadi atau kelompok kecil tertentu saja. Tidak ada usaha berencana secara terus-menerus agar anak-anak didik kita sejak kecil mengenal sumber budayanya. Dengan demikian meréka tidak sempat “membaca kembali, menafsirkan dan mengkréasikan makna serta memanfaatkan kearifan lokal dalam pembangunan karakter bangsa.” Karena itu janganlah héran kalau pembangunan kita selama ini menyebabkan kita sebagai bangsa menjadi kian tak berkarakter.
Cetakan I, 2011; 14,5 x 21 cm; 144 hlm.; Rp 34.000,-
Komentar